Text
Pengaruh Komposisi Benzylaminopurin Dan Giberelin Setelah Pemangkasan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Reproduktif Cabai Merah Keriting (Capsicum Annuum L.)
Permintaan dan konsumsi cabai di Indonesia sangat tinggi, namun produksi cabai
tidak stabil. Ketidakstabikan produksi cabai salah satunya dikarenakan system
pengelolaan yang masih tradisional. Upaya peningkatan produksi cabai dapat
dilakukan dengan pemangkasan pucuk dan penggunaan hormon benzyl amino purin
(BAP) dan giberelin (GA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
komposisi hormon BAP dan GA setelah pemangkasan terhadap pertumbuhan
vegetatif dan reproduktif, serta alokasi biomassa tanaman cabai merah keriting.
Penelitian dilakukan secara eksperimental di Greenhouse dengan Rancangan Acak
Lengkap 1 faktor yaitu rasio BAP dan GA yang terdiri dari: BAP 100 ppm + GA 0
ppm (P1), BAP 0 ppm + GA 100 ppm (P2), BAP 100 ppm + GA 100 ppm (P3),
BAP 100 ppm + GA 200 ppm (P4), dan BAP 200 ppm + GA 100 ppm (P5).
Parameter yang diamati meliputi persentase panjang cabang, jumlah cabang,
persentase jumlah cabang, persentase jumlah daun, persentase luas daun, persentase
jumlah akar, jumlah bunga, jumlah buah, bobot segar buah, dan alokasi biomassa.
Data kuantitatif dianalisis dengan One-Way ANOVA serta uji lanjutan LSD pada
taraf signifikan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan GA pada
komposisinya menghasilkan pertumbuhan cabang, bunga, dan jumlah buah tinggi,
serta bobot segar buah rendah. Perlakuan kontrol dan BAP tunggal menghasilkan
pertumbuhan cabang, bunga, dan buah rendah, serta bobot segar buah tinggi.
Alokasi biomassa tertinggi pada cabang akan mengakibatkan alokasi biomassa
rendah pada buah. Alokasi biomassa pada buah tertinggi terdapat pada perlakuan
BAP 100 ppm + GA 0 ppm dan terendah pada perlakuan BAP 100 ppm + GA 200
ppm.
Kata kunci: pemangkasan pucuk, BAP, GA, cabang lateral, alokasi biomassa.
1840 B 2024 | 1840 B 2024 | Perpustakaan FSM Undip | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain